Archive for September 2013

LP Apendisitis



LAPORAN PENDAHULUAN
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

v   Definisi
            Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)

v  Anatomi dan Fisiologi

Usus buntu dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat. Posisi apendiks berada pada Laterosekal yaitu di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen (Harnawatiaj,2008). Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbed bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Ukuran panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin. Pada kasus apendisitis, apendiks dapat terletak intraperitoneal atau retroperitoneal. Apendiks disarafi oleh saraf parasimpatis (berasal dari cabang nervus vagus) dan simpatis (berasal dari nervus thorakalis X). Hal ini mengakibatkan nyeri pada apendisitis berawal dari sekitar umbilicus (Nasution,2010).
 Saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobulin (suatu kekebalan tubuh) dimana memiliki/berisi kelenjar limfoid. Apendiks menghasilkan suatu imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu Ig A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi, tetapi jumlah Ig A yang dihasilkan oleh apendiks sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah Ig A yang dihasilkan oleh organ saluran cerna yang lain. Jadi pengangkatan apendiks tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh, khususnya saluran cerna (Nasution,2010).

v  Etiologi
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus apendisitis. Sumbatan pada lumen apendiks merupakan faktor penyebab dari apendisitis akut, di samping hiperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, timbuan tinja/feces yang keras (fekalit), tumor apendiks, cacing ascaris, benda asing dalam tubuh (biji cabai, biji jambu, dll) juga dapat menyebabkan sumbatan.
            Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyebab appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu.(Anonim,2008)

v  Klasifikas pendisitis

1.      Apendisitis akut
            Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
2. Fekalit
3. Benda asing
4. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.

Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.

2.      Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria  mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.

a.       Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.

b.      Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.

c.       Tumor Apendiks

                    i.      Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan  hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.

            ii.      Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan

v  Patofisiologi
Pada umumnya obstruksi pada appendiks ini terjadi karena :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
e. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
f.  Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja   dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
g. Tergantung pada bentuk appendiks
h. Appendik yang terlalu panjang.
i,  Messo appendiks yang pendek.
j.  Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
k. Kelainan katup di pangkal appendiks.
Akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feces) atau benda asing, apendiks terinflamasi dan mengalami edema. Proses inflamasi tersebut menyebabkan aliran cairan limfe dan darah tidak sempurna,  meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus. Appendiks mengalami kerusakan dan terjadi pembusukan (gangren) karena sudah tak mendapatkan makanan lagi. Pembusukan usus buntu ini menghasilkan cairan bernanah, apabila tidak segera ditangani maka akibatnya usus buntu akan pecah (perforasi/robek) dan nanah tersebut yang berisi bakteri menyebar ke rongga perut. Dampaknya adalah infeksi yang semakin meluas, yaitu infeksi dinding rongga perut (Peritonitis).

v  Maninfestasi klinis
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. 3 anamnesa penting yakni:
  1. Anoreksia biasanya tanda pertama.
  2. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.
  3. Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.
Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya:
  1. Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak)
Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius, mual-muntah, nyeri perut kanan bawah, buat berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja
  1. Penyakit Radang Usus Buntu kronik
Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney (titik tengah antara umbilicus dan Krista iliaka kanan).
Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik. (Anonim, 2008)
v  Pemeriksaan Diagnosa Penyakit
          Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan dan mendiagnosa adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis). Diantaranya adalah pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiology:
ü  Pemeriksaan fisik.
  1. Inspeksi: akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
  2. Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
  3. Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign)
  4. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
  5. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya radang usus buntu.
  6. Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak di rongga pelvis maka Obturator sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol
v  Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
Pemeriksaan radiologi
Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu dalam penegakkan diagnosis apendisitis, terutama untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 – 98 %). Dengan CT scan dapat terlihat jelas gambaran apendiks. Pada kasus yang kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen dan apendikogram.

v  Penatalaksanaan
Tidak ada penatalaksanaan appendicsitis, sampai pembedahan dapat di lakukan. Cairan intra vena dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi pengangkatan appendics dalam 24 jam sampai 48 jam awitan manifestasi. Pembedahan dapat dilakukan melalui insisi kecil/laparoskop. Bila operasi dilakukan pada waktunya laju mortalitas kurang dari 0,5%. Penundaan selalu menyebabkan ruptur organ dan akhirnya peritonitis. Pembedahan sering ditunda namun karena dianggap sulit dibuat dan klien sering mencari bantuan medis tapi lambat. Bila terjadi perforasi klien memerlukan antibiotik dan drainase.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat apendisitis yang taktertangani yakni:
1. Perforasi dengan pembentukan abses.
2. Peritonitis generalisata
3. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.





















BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

STUDY KASUS
            Tn. RJ berusia 28th datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri pada perutnya, nyeri terus bertambah hingga menjalar sampai ke perut sebelah kanan bawah. Nyeri dirasakan Tn.RJ terus menerus dan dirasakan 3 hari sebelum ke rumah sakit. Selain nyeri Tn.RJ juga mengeluh rasa mual dan muntah. Disertai demam tinggi ketika nyeri dirasakan.

v  PENGKAJIAN

1.      Anamnesa
a.       Data demografi
Nama                      :           Tn. RJ
Umur                      :           27 th
Jenis kelamin          :           Laki-Laki
Status                      :           Kawin
Agama                    :           islam
Suku bangsa           :           jawa
Pendidikan             :           Sarjana
Pekerjaan               :           swasta
Alamat                   :           kenjeran baru 2A
Dx medis               :           apendisitis

b.      Keluhan utama.
              Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Nyeri dirasakan terus-menerus. Keluhan yang menyertai antara lain rasa mual dan muntah, panas.

c.       Riwayat penyakit dahulu.
               Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang.
d.      Riwayat penyakit sekarang

2.      Pemeriksaan Fisik.

B1 (Breathing)      : Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
B2 (Blood)            : Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.
B3 (Brain)             : Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang. Data psikologis Klien      nampak gelisah.
B4 (Bladder)         : konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang
B5 (Bowel)           : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau      tidak ada bising usus. Nyeri/kenyamanan nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Berat badan sebagai indikator untuk menentukan pemberian obat. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal dan kadang-kadang terjadi diare
B6 (Bone)             : Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.

3.      Pemeriksaan diagnostic
           leukosit diatas 12.000/mm3. Neurofil meningkat sampai 75%. Foto abdomen dapat menyatakan adanya pengerasan material pada apendiks (fekalit), ileus terlokalisir


4.      Perawatan Perioperatif
1.Persiapan operasi (inform consent)
2.kecemasan menjelang operasi
3.Memberikan informasi tentang prosedur tentang pembedahan/prognosis, kebutuhan pengobatan, dan potensial komplikasi

5.      Perawatan Postoperatif
      Diagnosa keperawatan      : infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama pada apendisitis, pembentukan abses.
      kriteria hasil                       :  meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda
infeksi/inflamasi, drainase purulen, eritema dan demam

Intervensi
Rasional
Mandiri
Awasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatkan nyeri abdomen.
Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptic. Berikan perawatan paripurna.
Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drein (bisa dimasukkan), adanya eritema.
Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien/orang terdekat.

Kolaborasi
Ambil contoh drainase bila diindikasikan.


Berikan antibiotic sesuai indikasi.



Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan

Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses, peritonitis

Menurunkan resiko penyebaran bakteri.


Memberikan deteksi dini terjadi proses  infeksi, dan/atau pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.
Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungn emosi, membantu menurunkan ansietas.

Kultur pewarnaan Gram dan sensitivities berguna untuk mengidentifikasikan organism penyebab dan pilihan terapi.
Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organism (pada infeksi yang telah ada pertumbuhannya pada rongga abdomen.
Dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir.


        Diagnose keperawatan    :  kekurangan volume berhubungan dengan muntah preoperasi         kriteria hasil             :  mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh   .
kelembaban membrane mukosa, tugor kulit baik, tanda-tanda vital dan secara individual haluaran.
Intervensi
Rasional
Mandiri
Awasi tekanan darah nadi.

Lihat membrane mukosa, kaji tugor kulit dan pengisian kapiler.
Awasi masukan dan haluaran, catat warna urine/konsentrasi, berat jenis.

Auskultasi bising usus, catat kelancaran flatus, gerakan usus.
Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir.
Kolaborasi
Pertahankan penghisapan gaster/usus.




Berikan cairan IV dan elektrolit

Tanda yang membantu mengidentifikasikan fluktuasi volume intravaskuler.
Indicator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.
Penurunan haluaran urin pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan.
Indicator kembalinya peristaltic, kesiapan untuk pemasukan per oral.
Dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah

Selang NG biasanya dimasukkan pada praoperasi dan dipertahankan pada fase segera pascaoperasi  untuk dekompresi usus, meningkatkan istirahat usus, mencegah mentah.
Peritoneum bereaksi terhadap iritasi/infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit

        Diagnose keperawatan    :  nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah
        kriteria hasil                     :  nyeri menghilang atau terkontrol

Intervensi
Rasional
Mandiri
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, berat (skala 0-10). Sakit dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.


Pertahankan istirahat dengan posisi semi-fowler.


Dorong ambulasi dini.

Berikan aktivitas hiburan.

Kolaborasi
Pertahankan puasa/penghisapan NG pada awal
Berikan analgesic sesuai indikasi

Berikan kantong es pada abdomen.

Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan pada kerakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses/peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medic dan intervensi.

Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang.
Meningkatkan normalitas fungsi organ, contoh merangsang peristaltic dan kelancaran flatus, menurunkan ketidak nyamanan abdomen.
Focus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping.

Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltic usus dini dan iritasi gaster/muntah.
Menghilangkan nyeri mempermudah kerja sama intervensi terapi lain contoh ambulasi, batuk.
Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung saraf.

        Diagnose keperawatan    :  kurang pengetahuan tentang pengobatan berhubungan dengan
                                                   kurang mengenal sumber informasi
        kriteria hasil                     :  menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan dan
                                                   berpartisipasi dalam program

Intervensi
Rasional
Mandiri
Kaji ulang pembatasan aktivitas pascaoperasi


Anjuran menggunakan laksatif/pelembek feses ringan bila perlu dan hindari enema
Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengamati balutan, pembatasan mandi, dan kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan/pengikat
Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medic, contoh peningkatan nyeri edema/eritema luka, adanya drainase, demam

Memberikan informasi pada pasien untuk merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah.
Membantu kembali ke fungsi usus semula mencegah ngejan saat defekasi
Pemahaman meningkatkan kerja sama dengan terapi, meningkatkan penyembuhan


Upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi lambatnya penyembuhan peritonitis.











Implementasi
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus pada klien post apendektomi. Pada pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara independen, interdependen dan dependen. 
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang diprakarsai oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan kesehatan, sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan orang lain.
Evaluasi.
Untuk mengetahui pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada klien perlu dilakukan evaluasi dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut : Apakah klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh?. Apakah klien dapat terhidar dari bahaya infeksi?. Apakah rasa nyeri akan dapat teratasi?. Apakah klien sudah mendapat informasi tentang perawatan dan pengobatannya. (Harnawatiaj,2008)
Perlu dipahami juga hal-hal yang penting dalam evaluasi dan harus dicatat dalam dokumentasi yakni:
  1. Jam: WIB
  2. Prilaku verbal pasien
  3. Prilaku non verbal
  4. Kebutuhan untuk dibantu
  5. Tindakan keperawatan(Abubakar,2010)









Daftar Pustaka
 
L. Ludeman.2002.The pathology of diverticular disease (online)(linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S1521691802902970 diakses pada 28 Nov  2010 pukul 19.30)
_____,2009. Colonic Diverticular Disease. (online)(www.clevelandclinicmeded.com/.../diseasemanagement/.../colonic-diverticular-disease/ diakses pada 28 Nov 2010 pukul 19.35)
Mahdi,2010. ASKEP DIVERTIKULUM PADA COLON . (online)(http://askep-mahdi.blogspot.com/2010/01/askep-divertikulum-pada-colon.html diakses pada 28 Nov 2010 pukul 19.46)
Burner and suddarth, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,-edisi 8,-volume 2, Jakarta : EGC.
Engram, Barbara, 1994, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Vol 2, Jakarta : EGC.
RadenFahmi,2010. Divertikulosis. (online) (http://community.um.ac.id/showthread.php?55616- diakses pada 29 Nov 2010 pukul 20.03)
 
Harnawatiaj,2008. Askep Apendisitis. (online) (http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/27/askep-apendisitis/ diakses pada 28 Nov 2010 pukul 20.07)
 

- Copyright © WARUNG MATERI KEPERAWATAN - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -